Senin, 27 Mei 2013

makalah masail


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ajaran agama Islam sangat sesuai dengan perkembangan zaman. Untuk itu perlu adanya upaya untuk mengaktualisasikan ajaran agama Islam dalam konteks kekinian dan kemodernan. Agar nilai-nilai Islam selalu bisa membumi. Kompleksitas problematika kehidupan umat manusia memerlukan solusi hukum Islam secara efektif, yang sejalan dengan perkembangan dan kemajuan dunia modern. Oleh karena itu, kajian fiqih Islam mengenai berbagai persoalan yang dihadapi oleh masyarakat modern merupakan kajian yang menarik dan aktual.
Dalam ilmu masail fiqh juga mengatur tentang bidang ekonomi. Dalam ilmu ini banyak sekali contoh kegiatan yaitu kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Oleh karena itu, kajian fiqih Islam mengenai berbagai persoalan (masail fiqhiyyah) yang dihadapi oleh masyarakat modern merupakan kajian yang menarik dan aktual.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana aplikasi ilmu masail fiqhiyyah dalam konteks ekonomi?
2.      Bagaimana Islam menghukumi masalah – masalah ekonomi ?










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Beberapa Aplikasi Masail Fiqh dalam Konteks Ekonomi
Dalam kehidupan sekarang banyak banget contoh pengaplikasian ilmu masail fiqh dalam konteks ekonomi, berikut ini diantaranya :
1.      Asuransi
Asuransi baru muncul berabad-abad jauh setelah al-qur’an diturunkan dan belasan abad setelah Nabi Muhammad wafat.[1] Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi untuk memberikan kepada nasabah, sejumlah harta sebagai konsekuensi dari akad itu, berbentuk imbalan atau ganti rugi dalam bentuk harta apapun, ketika terjadi bencana maupun kecelakaan. Cara pembayarannya itu dibayar secara rutin atau berskala kepada perusahaan asuransi tersebut.
Adapun beberapa hal yang ada pada asuransi, di antaranya:
a.       Tertanggung, yakni orang yang memiliki atau berkepentingan atas harta benda.
b.      Penanggung (perusahaan asuransi), merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung.
c.       Premi, yakni iuran yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi sesuai dengan kesepakatan baik nominal maupun jangka waktunya.
Macam-macam asuransi :
a.       Asuransi jiwa, perjanjian tentang pembayaran uang dengan nikmat dari premi dan yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang. Asuransi ini bertujuan menanggung orang terhadap kerugian finansial yang tidak terduga yang disebabkan seseorang itu meninggal. Serta untuk memenuhi keperluan keluarganya yang ditinggalkan.
b.      Asuransi kerugian, asuransi ini diberikan kepada tertanggung yang menderita kerugian barang atau benda miliknya. Kerugian ini bisa terjadi misalnya ada bencana atau kehilangan keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung.
c.       Asuransi beasiswa, asuransi ini mempunyai dua bentuk. Yang pertama jangka pertanggungan 5-20 tahun disesuaikan dengan usia dan rencana sekolah anak. Yang kedua, jika orangtua tertanggung meninggal dunis sebelum masa kontraknya habis, pertanggungjawaban menjadi bebas premi.
d.      Asuransi dwiguna, asuransi ini dapat diambil dalam jangka 10, 15, 25, sampai 30 tahun. Asuransi ini memiliki dua manfaat, yaitu perlindungan bagi keluarga seperti halnya asuransi jiwa. Dan yang kedua tabungan bagi tertanggung, jika tertanggung tetap hidup pada akhir jangka pertanggungan.
e.       Asuransi sosial, asuransi ini memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah. Misalkan kecelakaan lalu lintas, asuransi ASTEK, asuransi ASKES, dan lainnya.
Asuransi Islam ada istilah asuransi takaful, yakni usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejunlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru’ yang memberikan pola pengambilan untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai.[2] Asuransi syari’ah harus dibangun atas dasar ta’awun atau kerja sama, tolong menolong, saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Dan hanya karena Allah SWT.
Asuransi syari’ah mempunyai ciri, yakni akad asuransi syari’ah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Apabila ada kelebihan disebut mudharabah bukan riba


2.      Jual Beli Online
Umumnya transaksi dilakukan dengan hadirnya dua orang yang mengadakan transaksi dan adanya kerelaan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan ijab dari penjual dan qobul dari pembeli. Seiring perkembangan teknologi, terdapat beberapa alat yang bisa digunakan dari jarak jauh.
Ijab dan qobul disyaratkan harus berturut-turut dan tolak ukur berturut-turut adalah kembali pada urf (kebiasaan masyarakat setempat). Menurut mayoritas ulama (selain Syafi’iyyah), qobul tidak diharus sesegera mungkin demi mencegah adanya pihak yang dirugikan dan supaya ada kesempatan untuk berpikir. Jika ijab itu via surat maka disyaratkan adanya qobul dari pihak kedua pada saat surat sampai ke tangannya. Demikian pula disyaratkan adanya kesesuaian antara ijab dan qobul serta tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa salah satu pihak yang bertransaksi membatalkan transaksi.
Wahbah Zuhaili berpendapat,  jika terdapat serah terima mata uang dalam transaksi sharf dan modal dalam transaksi salam bisa diserahkan denga menggunakan sarana-sarana komunikasi modern tersebut maka transaksi sah dan hal ini adalah suatu hal yang memungkinkan untuk beberapa model transaksi yang baru.[3]
Syarat yang ditetapkam Majma Fiqhi adalah sebagai berikut:
1)      Adanya kejelasan tentang siapa pihak-pihak yang mengadakan transaksi supaya tidak ada salah sangka, kerancuan dan pemalsuan dari salah satu pihak atau dari pihak ketiga.
2)      Bisa dipastikan bahwa alat-alat yang digunakan memang sedang dipakai oleh orang dimaksudkan. Sehingga semua perkataan dan pernyataan memang berasal dari orang yang diinginkan.
3)      Pihak yang mengeluarkan ijab (pihak pertama, penjual atau semisalnya) tidak membatalkan transaksi sebelum sampainya qobul dari pihak kedua. Ketentuan ini berlaku untuk alat-alat yang menuntut adanya jeda untuk sampainya qobul.
4)       Transaksi dengan alat-alat ini tidak menyebabkan tertundanya penyerahan salah satu dari dua mata uang yang ditukarkan karena dalam transaksi sharf/tukar menukar mata uang ada persyaratan bahwa dua mata uang yang dipertukarkan itu telah sama-sama diserahkan sebelum majelis transaksi bubar. Demikian juga tidak menyebabkan tertundanya penyerahan modal dalam transaksi salam karena dalam transaksi jual beli online (salam) disyaratkan bahwa modal harus segera diserahkan.
3.      Gadai
Kata “Gadai” berarti tangguhan, Sedangkan menurut pengertian syarak Gadai adalah menjadikan barang sebangsa uang sebagai jaminan apabila  tidak dapat membayar atau melunasi hutang yang sudah di lakukan sebelumnya. Cara melakukan gadai adalah sebagai berikut :
Barang yang digadaikan di serahkan kepada penerima gadai di tukarkan dengan sejumlah uang yang di butuhkan. Dan benda yang di gadaikan boleh dimanfaatkan oleh penerima gadai sampai uang di kembalikan. Gadai akan menjadi sah apabila adanya Ijab dan Qobul. Penggadaian dapat dikatakan sah apabila yang di lakukan oleh si Wali baik itu ayah atau kakek atau pemegang wasyiat. Dan yang melakukan gadai harus sama – sama berhak atau berstatus  sah yakni sudah dewasa( baligh), berakal dan sehat. Dan tidak boleh menggadaikan harta anak kecil atau orang gila, kecuali apabila terpaksa atau keuntungan yang jelas dibolehkan.
Adapun barang – barang yang boleh digadaikan, diantaranya :
a)        Tiap barang yang dapat di jual belikan atau dapat bermanfaat
b)        Barang yang digadaikan mempunyai nilai apabila di jual
c)        Barang yang digadaikan tidak cacat atau terjadi kerusakan
d)       Barang yang digadaikan tidak berstatus ghasab
Sebenarnya di dalam penggadaian itu didasarkan atas kepercayaan maka, bagi orang yang menerima gadai (murtahin) apabila barang yang digadaikan mengalami kerusakan (dengan sendirinya) bukan karena perbuatan murtahin, maka murtahin tidak wajib untuk menggantinya. Sebaliknya apabila yang mengakibatkan kerusakan barang tersebut adalah murtahin, maka murtahin wajib untuk menggantinya. Tetapi tidak menjadikan gugur dari hutang Rahin(orang yang menggadaikan barangnya) disebabkan barang yang digadaikan mengalami kerusakan.[4]
4.      Jual Beli Vals dan Saham Menurut Hukum Islam
Para ahli fikih kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperdagangkan saham di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Misalnya, perusahaan yang bergerak di bidang produksi minuman keras, bisnis babi dan apa saja yang terkait dengan babi, jasa keuangan konvensional seperti bank dan asuransi, dan industri hiburan, seperti kasino, perjudian, prostitusi, media porno, dan sebagainya.
Menurut Prof. Masifuk Zuhdi, jaul beli valuta asing dan saham dibolehkan oleh islam, baik transaksinya dilkukan di bursa valuta asing dan bursa efek, ataupun ditempat lain. Karena transaksi telah memenuhi syarat rukun jual beli menurut hukum Islam antar lain :
1.   Adanya ijab qabul yang ditandai dengan adanya cash and cary, yakni penjual menyerahkan barangnya dan pembeli membayar tunai. Ijab qabul jual beli bisa dilakukan dengan lisan, tulisan atau dengan utusan.
2.   Kedua belah pihak mempunyai wewenang penuh melakukan tindakan-tindakan hokum.
3.   Valuta asing dan saham memenuhi syarat untuk menjadi objek transaksi jual beli ialah :
a. Suci barangnya (bukan najis).
b. Dapat dimanfaatkan,
c. Dijual oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya.
d. Dapat diserah terimakan barangnya secara nyata.        
e. Dapat diketahui barangnya dan harganya dengan jelas.[5]
B.     Hukum - hukum Riba
Kata riba dibaca dengan Alif Maqsurah,menurut bahasa artinya lebih atau tambah. Menurut istilah riba adalah penambahan dalam tukar menukar suatu jenis barang yang dapat memberatkan salah satu pihak atau satu merasa berat dan rugi dan lainnya untuk menarik keuntungan. Atau istilah yang lain tidak ada kesamaan menurut timbangan syara’ ketika akad. Adapun hukum Riba, diantaranya :
Riba hukumnya haram, karena ada pihak yang di rugikan. Allah berfirman QS. Al Baqarah: 275
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.
Kalau kita tidak hati – hati dalam jual beli akan mendapatkan jual beli yang menyerupai riba. Oleh karena itu agar jual beli menjadi tidak menyerupai riba harus memperhatikan syarat dan rukun jual beli. Adapun jenis – jenis riba yaitu, sebagai berikut :

1.      Riba Fadli
Yaitu tukar menukar 2 barang atau sejenis dengan ukuran yang tidak sama.
Contoh : menukar kambing yang kecil dengan kambing yang besar.
2.      Riba Qordhi
Yaitu utang piutang dengan syarat ada bunga bagi yang menghutangi.
Contoh:Adi menghutangi Windi Rp 100.000 dan Windi akan mengembalikan Rp 120.000
3.      Riba Yad
Yaitu jual beli sudah terpisah dari tempat akad jual beli belum di terima, sehingga pembeli belum mengerti ukurannya ketika sudah bayar tetpi penjual sudah pergi.
4.      Riba Nasi’ah
Yaitu tukar menukar barang dengan barang lain dengan syarat pembayarannya ada kelebihan. Contoh : Fatimah meminjami cincin Zara 10 gram setelah 6 bulan dengan mengembalikan 12 gram.
Seandainya ada suatu peristiwa,dimana penjual dan pembeli keduanya sudah terpisah dan terjadi akad jual beli, dan barang belum di terima tetapi pembayaran nya sudah ada setengah dari harga yang dibeli, maka menurut pendapat yang kuat hukumnya adalah sah bagi barang yang sudah di terima, sedangkan barang yang belum di terima hukumnya tidak sah. Menurut pendapat lain hukumnya batal semua.
Hikmah di haramkan riba yaitu sebagai berikut :
1)      Agar manusia mengetahui usaha mana yang halal dan yang haram
2)      Bukti orang beriman dan bertaqwa kepada Allah yaitu senantiasa meninggalkan memakan atau mempergunakan barang riba.
3)      Agar manusia menjauhi riba baik pemberi, ataupun orang yang terlibat riba.[6]




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
          Asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi untuk memberikan kepada nasabah, sejumlah harta sebagai konsekuensi dari akad itu, berbentuk imbalan atau ganti rugi dalam bentuk harta apapun, ketika terjadi bencana maupun kecelakaan. Jual beli Online adalah transaksi dilakukan dengan hadirnya dua orang yang mengadakan transaksi dan adanya kerelaan kedua belah pihak yang dibuktikan dengan ijab dari penjual dan qobul dari pembeli. Gadai adalah menjadikan barang sebangsa uang sebagai jaminan apabila  tidak dapat membayar atau melunasi hutang yang sudah di lakukan sebelumnya.
Riba adalah penambahan dalam tukar menukar suatu jenis barang yang dapat memberatkan salah satu pihak atau satu merasa berat dan rugi dan lainnya untuk menarik keuntungan. Jenis – jenis riba, antara lain Riba Fadli, Riba Qordhi, Riba Yad, dan Riba Nasi’ah.














DAFTAR PUSTAKA
DRS.H.Imron Abu Amar, Fat-Hul Qarib, Menara Kudus ,Kudus, 1982
Kasdi Abdurrohman, Masail Fiqhiyyah, NORA, Kudus,2011
http://blog.bursamuslim.com/hukum-jual-beli-online/#sthash.CW7vM46S.dpuf



[1] Kasdi Abdurrohman, Masail Fiqhiyyah, NORA, Kudus, 2011, hlm.161
[2] Ibid., hlm.167
[3] http://blog.bursamuslim.com/hukum-jual-beli-online/#sthash.CW7vM46S.dpuf
[4] DRS.H.Imron Abu Amar, Fat-Hul Qarib,Menara Kudus ,Kudus, 1982, hlm.247-249
[6] Ibid,hlm 232-235

Tidak ada komentar:

Posting Komentar